Gambar Sampul Geografi · Bab 4 Pola Keruangan Desa dan Kota
Geografi · Bab 4 Pola Keruangan Desa dan Kota
Bumi Hartono

22/08/2021 10:08:28

SMA 12 K-13

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

Di manakah sekarang Anda tinggal, di desa ataukah di kota? Bagi

Anda yang tinggal di desa, setiap hari Anda dengan bebas melihat pe-

mandangan sawah yang terhampar menghijau dan kehidupan penduduk

yang sederhana. Begitu pula, bagi Anda yang tinggal di wilayah perkotaan

tidak aneh melihat kesibukan penduduknya yang beraktivitas di berbagai

bidang dari mulai pedagang sampai para eksekutif.

Pernahkah Anda bertanya, mengapa terdapat perbedaan pola tata

guna lahan dan kehidupan antara desa dan kota? Mengapa pula banyak

masyarakat desa mengadu nasib di kota? Pertanyaan-pertanyaan tersebut

merupakan segelintir permasalahan yang akan dibahas pada bab ini.

Pola Keruangan Desa

dan Kota

A. Potensi

Pengembangan

Pembangunan Desa

B. Struktur Keruangan

Desa Kota

C. Interaksi Desa Kota

D. Konflik Lahan Wilayah

Desa Kota

Kata Kunci

Desa, kota, urbanisasi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah.

61

Sumber

:

Microsoft Encarta

, 2003

Manfaat Anda mempelajari bab ini

Setelah mempelajari Bab 4 mengenai Pola Keruangan Desa dan Kota Anda diharapkan

dapat menganalisis pola persebaran, spasial, hubungan, serta interaksi spasial antara desa

dan kota.

Bab

4

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

62

A. Potensi Pengembangan Pembangunan

Desa

1. Pengertian Desa

Menurut

Soetardjo Kartohadikoesoemo

istilah desa dapat diartikan

ke dalam tiga istilah yaitu

desa

,

dusun

, dan

desi

yang semuanya berasal

dari suku kata

swa desi

. Istilah ini sama maknanya dengan

negara

,

negeri

,

nagari

yang berasal dari kata

nagaram

. Istilah ini berasal dari kata

sanskrit

yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran.

Berikut ini merupakan beberapa pengertian desa dari beberapa ahli,

yaitu sebagai berikut.

a.

Bintarto

memberikan batasan bahwa desa, yaitu suatu hasil perpaduan

antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil

perpaduan tersebut adalah wujud atau ketampakan di muka bumi

yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis (fisis), sosial, ekonomi,

politik, dan kultural yang saling berinteraksi di antara unsur tersebut,

serta hubungannya dengan daerah-daerah lain.

b.

Kolb and Brunner

dalam bukunya

A Study of Rural Society

menjelaskan

desa adalah populasi penduduk yang berkisar antara 250–250 orang.

c.

W.S. Thompson

dalam

Population Problem

mengemukakan bahwa

desa merupakan salah satu tempat untuk menampung penduduk.

d.

William Ogburn and M.F. Nimkoff

dalam

A Handbook of Sociology

mengemukakan bahwa desa, yaitu organisasi atau kumpulan kehidupan

sosial, dalam suatu daerah yang terbatas.

e.

The Liang Gie

dalam pembahasan Undang-undang tahun 1955 No.19

tentang desa praja. Desa dimaksudkan daerah yang terdiri atas satu

atau lebih wilayah yang digabungkan, hingga merupakan daerah yang

mempunyai syarat-syarat cukup untuk berdiri menjadi daerah otonom

yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

f.

UU No. 5 tahun 1979

menyebutkan desa yaitu suatu wilayah yang

ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat

termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat dan hukum yang mem-

punyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat

dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa sebagai sebuah

region

di dalamnya menyangkut unsur-unsur

tata ruang dan tata geografi, yaitu mencakup gejala-gejala fisis, sosial,

ekonomis, kultural, dan politik yang merupakan hasil interaksi antara

faktor alami dan faktor manusia.

Fokus

t

Region

t

Geographic Region

Sebagai sebuah

geographic region

,

sebuah desa di dalamnya mengandung

berbagai unsur keruangan yang saling

berinteraksi.

Gambar 4.1

Sumber

:

Irian Jaya Nieuw-Guinea,

1990

63

Pola Keruangan Desa dan Kota

Sebagai sebuah ketampakan di muka bumi, desa dicirikan dengan

hal-hal berikut ini.

a. Suatu wilayah yang tidak luas.

b. Corak kehidupan yang bersifat agraris.

c. Kehidupan yang sederhana.

d. Jumlah penduduk yang tidak besar.

e. Letaknya relatif jauh dari kota.

f. Pada umumnya terdiri atas pemukiman penduduk, rumah dan

pekarangan, serta pesawahan.

g. Jaringan jalan belum begitu padat.

h. Sarana transportasi relatif langka.

Selain hal-hal tersebut, kehidupan masyarakat desa bukannya

adem

ayem

dan jauh dari masalah kehidupan dan lingkungan. Justru, kehidupan

masyarakatnya berlangsung dengan dinamis dalam arti senantiasa terus

bergerak memanfaatkan sumber daya yang ada.

Permasalahan yang timbul pada masyarakat desa umumnya berasal

dari permasalahan geografi, sosial, ekonomi, dan budaya di pedesaan.

Beberapa permasalahan tersebut antara lain sebagai berikut.

a. Keterikatan terhadap Kepemilikan Lahan

Penduduknya akan mempertahankan lahan yang dimilikinya walaupun

sedikit dan akan terus diturunkan melalui sistem bagi waris. Lahan yang ada

akan terus dimiliki oleh anggota keluarga, kalaupun ada yang keluar dari

kepemilikan keluarga itu hanya beberapa pengecualian tentunya dengan

berbagai pertimbangan dari seluruh anggota keluarga.

b. Menurunnya Kesuburan Lahan Pertanian

Menurunnya kesuburan lahan pertanian akan memacu penduduknya

merambah ke lahan-lahan yang tidak memiliki daya dukung optimal

untuk dibudidayakan atau tidak produktif.

Dewasa ini perambahan lahan sudah mulai masuk ke wilayah-

wilayah yang bukan termasuk kategori lahan budidaya, misalnya lahan

hutan yang sebetulnya diperuntukkan untuk wilayah tangkapan air

sehingga pembentukan kawasan lahan kritis semakin luas.

Kehidupan masyarakat desa ber-

langsung dengan dinamis dalam

mamanfaatkan sumber daya yang

ada.

Gambar 4.2

Sumber

:

Dokumentasi Penerbit

, 2006

c. Lapangan Pekerjaan di Luar Pertanian (Nonagraris)

Hampir Tidak Ada

Masyarakat desa pada umumnya mengandalkan sumber mata pencari-

annya hanya dari bidang pertanian, dan hanya sebagian kecil

yang memiliki

usaha sampingan di luar bidang pertanian. Walaupun ada sifatnya hanya

Sumber

:

Irian Jaya Nieuw-Guinea,

1990

Menurunnya kesuburan tanah

pertanian memaksa penduduk

merambah lahan-lahan

di sekitar hutan.

Gambar 4.3

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

64

kerja sambilan pada waktu aktivitas di lahan pertanian sedang senggang.

Jenis pekerjaannya pun tidaklah menetap tetapi hanya memilih jenis

pekerjaan yang tidak memakan waktu lama sehingga mereka bisa kembali

ke pekerjaan di pertanian tepat pada waktunya.

d. Sistem Upah Pada Sektor Pertanian Rendah bahkan

Lebih Rendah dari Sistem Upah Nonpertanian

Hal ini dimungkinkan karena tidak adanya standar upah di sektor pertanian

yang pasti sehingga sistem upah yang berlaku hanya didasarkan atas kebiasaan yang

telah berlaku sebelumnya dan terkadang dilakukan secara suka rela.

e. Sistem Kehidupan Sosial Budaya bersifat Tradisional

Sifat ini dapat terlihat dengan jelas pada wilayah-wilayah pedesaan

yang masih sangat kuat memegang teguh tradisi leluhur sehingga apabila

tidak diwariskan kepada generasi berikutnya ada semacam ketakutan

menyalahi aturan dan tidak menghargai leluhur.

Analisis Geografi 4.1

Permasalahan di sebuah desa pada dasarnya timbul dari hasil interaksi faktor

manusia dan keruangan. Parameternya dapat Anda perhatikan pada kelima

permasalahan yang sebelumnya telah dijelaskan. Analisis kelima parameter terse-

but dengan mengemukakan data atau konsep aktual yang sedang berlangsung.

Kerjakan dengan sungguh-sungguh pada buku tugas Anda. Hasilnya dapat

dikumpulkan kepada guru untuk mendapatkan nilai tambah bagi Anda.

Berbagai permasalahan tersebut sebagai hasil dari interaksi masyarakat

desa dengan lingkungan kesehariannya yang telah melekat sejak dahulu.

Selain itu, berbagai permasalahan tersebut menghasilkan dua dampak yang

cukup mengganggu bagi kehidupan masyarakat desanya sendiri.

Pertama

,

menimbulkan kebodohan dan keterbelakangan pada kehidupan masyarakat.

Kedua

, memacu munculnya arus perpindahan penduduk yang semakin deras

ke berbagai wilayah termasuk di antaranya ke kota.

2. Masalah-Masalah Perkembangan Desa

Munculnya berbagai permasalahan yang menjadi hambatan dalam

pertumbuhan atau perkembangan sebuah desa dikarenakan oleh berbagai

faktor, antara lain sebagai berikut.

a. Hambatan dalam Sikap dan Pandangan Hidup

Hambatan dalam sikap dan pandangan hidup sekurang-kurangnya

terdiri atas lima hal, yaitu sebagai berikut.

1) Sikap Pasif (

Passivity

)

Sikap yang berkecenderungan untuk tidak mengubah kondisi

apapun dengan kondisi baru yang lebih maju dan lebih baik.

2) Famili Sentris (

Familism

)

Keluarga menjadi pertimbangan utama dalam memutuskan

segala hal yang berhubungan dengan kehidupan.

3) Sikap Nrimo (

Fatalism

)

Sikap yang menerima segala sesuatu apa adanya sesuai dengan pem-

berian dan tidak menuntut lebih dari apa yang seharusnya diberikan.

4) Sikap Acuh tak Acuh (

Apathy

)

Sikap ini muncul sebagai akibat dari pembentukan tradisi yang

telah mengakar, sehingga apabila ada hal baru di luar kebiasaan mereka

tidak akan bereaksi atau terlalu menanggapinya.

Sumber

:

Dokumentasi Penerbit

, 2004

Bagi penduduk masyarakat adat,

sikap dan pandangan hidup ter-

bentuk karena faktor lingkungan

dan tradisi turun temurun.

Gambar 4.4

65

Pola Keruangan Desa dan Kota

5) Orientasi pada Masa Lampau (

Past orientied

)

Pandangan ini memandang masa lalu dianggap lebih baik dibanding

dengan masa sekarang. Pandangan ini dipengaruhi oleh kejayaan dan

kemakmuran pada masa lampau.

b. Hambatan Kelembagaan Sosial

Hambatan dalam kelembagaan sosial terdiri atas lima hal, yaitu

sebagai berikut.

1) Penggunaan tanah (

Land use

)

Masih berlakunya hak ketuantanahan sehingga sistem ke-

pemilikan tanah tidak merata dan kebanyakan petani hanya sebagai

kuli tani atau petani pengolah saja.

2) Masih berlakunya hak komunal dan ulayat di beberapa daerah.

3) Lembaga perkreditan atau utang piutang masih bersifat pribadi yang

menguntungkan si pemberi pinjaman dengan penentuan bunga tinggi.

4) Mobilitas sosial vertikal masih rendah karena mereka tidak memiliki

kemampuan lebih untuk bergerak di luar apa yang diketahuinya.

5) Kewirausahaan belum berkembang.

Banyak faktor yang melatarbelakangi adanya hambatan kelembagaan

tersebut, antara lain tingkat pen didikan dan pengetahuan yang masih

sangat terbatas.

c. Hambatan Lingkungan

Hambatan lingkungan terdiri atas empat hal, yaitu sebagai berikut.

1) Kesehatan lingkungan belum memuaskan (di bawah standar

minimal).

2) Gizi masih jauh di bawah standar.

3) Tingkat pendidikan relatif rendah.

4) Timbulnya pengangguran musiman, setengah menganggur, dan

lain-lain.

Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya akan menjadi pengaruh

yang signifikan terhadap perkembangan sebuah desa. Permasalahan

tersebut

juga akan berpengaruh terhadap penentuan klasifikasi sebuah desa yang

umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang multikompleks, yaitu

sebagai berikut.

1) Penyebaran penduduk belum merata (65% bermukim di Pulau Jawa

yang luasnya ± 7% dari luas seluruh Indonesia). Daerah yang paling

padat penduduknya kurang memiliki tanah garapan.

Sumber

:

Anthropology; The Exploration of Human Diversity

, 2000

Aktivitas keseharian penduduk

desa diwarnai dengan kegiatan

pertanian sebagai mata pencarian

utama.

Gambar 4.6

Sumber

:

Dokumentasi Penerbit

, 2005

Kemampuan yang terbatas di

bidang lain, memaksa penduduk

desa memanfaatkan kemampuan

yang dimilikinya sendiri.

Gambar 4.5

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

66

2) Karena keadaan geografis Indonesia dan perkembangan sejarahnya,

mengakibatkan timbulnya perbedaan adat kebiasaan dan perbedaan

tingkat sosial ekonomi di setiap desa.

3) Sebagian besar rakyat desa terdiri atas petani dan buruh tani. Tingginya

laju perkembangan penduduk dan sempitnya lapangan kerja di desa

akan mengakibatkan terjadinya urbanisasi.

4) Tingkat perkembangan masyarakat desa dewasa ini dalam struktur

desa yang

dualistis

, yaitu sebagian sudah mengalami pengaruh ke-

hidupan kota dan sebagian lagi masih secara tradisional.

5) Masyarakat desa di Indonesia pada umumnya masih sangat rendah

tingkat kehidupannya.

3. Sistem Klasifikasi dan Tipologi Desa di Indonesia

Sistem klasifikasi dan tipologi desa merupakan cara untuk mengenal

desa-desa yang begitu banyak jumlah dan beragam bentuknya. Dengan

demikian, dapat dijelaskan secara detail setiap arah perkembangannya.

Di Indonesia, sistem klasifikasi dan tipologi desa didasarkan atas

pendekatan ekosistem. Pendekatan ini, dapat diidentifikasikan adanya

sepuluh faktor yang menentukan tingkat perkembangan sebuah desa,

yaitu sebagai berikut.

a. Faktor penduduk (D–

Density

).

b. Faktor alam (N–

Nature

).

c. Faktor orbitrasi desa (U–

Urban centre

).

d. Faktor mata pencarian (E–

Earning

).

e. Faktor pendapatan desa (Y–

Yield

/

Output

).

f. Faktor adat istiadat (C–

Custom

).

g. Faktor kelembagaan (L).

h. Faktor pendidikan (E–

Education

).

i. Fakor gotong royong (Gr).

j. Faktor prasarana desa (P).

Di Indonesia, tahap-tahap perkembangan sebuah desa dapat diklasifikasikan

ke dalam kelas-kelas sebagai berikut.

a. Pra desa dicirikan adaya kelompok-kelompok masyarakat yang belum

menetap pada suatu lokasi yang disebut desa.

b. Desa swadaya atau disebut juga desa tradisional.

c. Desa swakarya atau disebut juga desa transisi.

d. Desa swasembada atau disebut juga desa maju atau berkembang.

Bintarto

mengklasifikasikan perkembangan sebuah desa ke dalam

tiga tahapan, yaitu sebagai berikut.

a. Desa terbelakang (

under developed village

).

b. Desa yang sedang berkembang (

developing village

).

c. Desa maju (

developed village

).

Ketersediaan sumber daya alam dan kemampuan sumber daya manu-

sia yang handal sebagai pengelola akan turut serta dalam mempe ngaruhi

perkembangan sebuah desa.

a. Desa Swadaya

Desa Swadaya

, yaitu desa yang dicirikan dengan hal-hal berikut.

1) Sifatnya masih tradisional, di mana adat istiadatnya masih sangat

mengikat dan dijadikan panutan dalam seluruh aspek kehidupan.

2) Hubungan antarmanusia sangat erat.

Sumber

:

Kalimantan-Borneo,

1990

Faktor orbitrasi dan mata pencar-

ian penduduk dijadikan param-

eter pengukuran untuk menentu-

kan tipologi sebuah desa.

Gambar 4.7

67

Pola Keruangan Desa dan Kota

3) Pengawasan sosial didasarkan atas kekeluargaan.

4) Mata pencarian penduduk pada sektor primer.

5) Tingkat teknologi masih sederhana sehingga produktivitas hasil

rendah disertai pula dengan keadaan prasarana desa yang masih

langka dan sederhana.

Sesuai dengan tingkat perkembangannya, di desa swadaya terdapat

norma-norma kehidupan dari masyarakatnya itu sendiri, yaitu sebagai

berikut.

1) Mata pencarian penduduk terutama di sektor primer, yaitu sebagian besar

penduduk hidup dari pertanian, nelayan, peternakan, dan hasil hutan.

2)

Yield/output

desa, yaitu jumlah dari seluruh produksi desa yang

dinyatakan dalam nilai rupiah di bidang pertanian, perkebunan,

peternakan, perikanan, kerajian atau industri kecil, jasa dan per-

dagangan pada umumnya masih rendah. Dengan kata lain, hasil

produksinya rendah.

3) Adat istiadat dan kepercayaan pada umumnya masih mengikat.

4) Kelembagaan dan pemerintahan desa masih sederhana, baik tugas

maupun fungsinya.

5) Pendidikan dan keterampilan masih sangat rendah, kurang dari 30%

penduduk yang tamat sekolah dasar.

6) Swadaya gotong royong masyarakat masih

latent

artinya pelaksanaan

dan cara kerja dalam pembangunan masih berdasarkan intruksi dari

atasan, belum tumbuh adanya rasa kesadaran dan tanggung jawab

dari masyarakat.

7) Prasarana desa yang masih sangat terbatas.

b. Desa Swakarya

Desa Swakarya

, yaitu desa yang setingkat lebih maju dari desa

swadaya, di mana adat istiadat masyarakat desa sedang mengalami transisi.

Pengaruh dari luar sudah mulai masuk ke desa. Hal ini mengakibatkan

berubahnya cara berpikir dan bertambahnya lapangan kerja di desa,

sehingga mata pencarian penduduk sudah mulai berkembang dari

sektor primer ke sektor sekunder. Produktivitas mulai meningkat yang

diimbangi dengan bertambahnya prasarana desa.

Norma-norma yang melekat pada desa swakarya adalah sebagai

berikut.

1) Mata pencarian penduduk di sektor sekunder, yaitu mulai bergerak

di bidang kerajinan dan industri kecil, seperti pengolahan hasil,

pengawetan bahan makanan, dan sebagainya.

2)

Yield/Output

desa, yaitu jumlah dari seluruh produksi desa yang

dinyatakan dalam nilai rupiah di bidang pertanian, perkebunan,

peternakan, perikanan, kerajinan dan industri kecil, perdagangan

dan jasa berada pada tingkat sedang.

3) Adat istiadat dan kepercayaan penduduk berada pada tingkat transisi.

4) Kelembagaan dan pemerintahan desa mulai berkembang, baik tugas

maupun fungsinya.

5) Pendidikan dan keterampilan penduduk pada tingkat sedang

30–60% telah menamatkan pendidikan sekolah dasar.

6) Swadaya gotong royong masyarakat sudah mengalami transisi, artinya

pelaksanaan dan cara gotong royong telah mulai efektif dan tumbuh

adanya rasa kesadaran serta tanggung jawab dari masyarakat itu sendiri.

7) Prasarana pada tingkat sedang mulai memadai, baik kuantitas maupun

kualitasnya.

Sumber

:

Microsoft Encarta

, 2003

Daerah berbukit dan bergunung-

gunung merupakan salah satu

ciri desa Swadaya.

Gambar 4.9

Sumber

:

Dokumentasi Penerbit

, 2006

Peternakan menjadi salah satu

mata pencarian sampingan pen-

duduk tetapi masih diusahakan

dalam teknologi sederhana.

Gambar 4.8

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

68

c. Desa Swasembada (Desa Berkembang)

Desa S

wasembada

, yaitu desa yang setingkat lebih maju dari desa

swakarya, di mana adat istiadat masyarakat sudah tidak mengikat. Begitu

pula dengan hubungan antarmanusia yang sudah bersifat rasional. Mata

pencarian penduduk sudah beragam dan bergerak ke sektor tertier.

Teknologi baru sudah benar-benar dimanfaatkan di bidang pertanian

sehingga produktivitasnya tinggi yang diimbangi dengan prasarana desa

yang cukup.

Norma-norma yang melekat di desa swasembada adalah sebagai

berikut.

1) Mata pencarian di sektor tersier, yaitu sebagian besar penduduk

bergerak di bidang perdagangan dan jasa.

2)

Yield

/

Output

desa, yaitu jumlah dari seluruh produksi desa yang

dinyatakan dalam nilai rupiah di bidang pertanian, perkebunan,

peternakan, perikanan, kerajinan atau industri kecil, perdagangan

dan jasa sudah tinggi.

3) Adat istiadat dan kepercayaan penduduk sudah tidak mengikat lagi.

4) Kelembagaan dan pemerintahan desa sudah efektif baik dalam tugas

dan fungsinya. Pembangunan pedesaan sudah direncanakan dengan

sebaik-baiknya.

5) Pendidikan dan keterampilan penduduk tingkatnya sudah tinggi,

lebih dari 60% penduduk telah menamatkan sekolah dasar.

6) Swadaya atau gotong royong masyarakat sudah

manifest,

artinya

pelaksanaan dan cara kerja gotong royong berdasarkan musyawarah

atau mufakat antara warga masyarakat dengan penuh rasa kesadaran

dan tanggung jawab yang selaras dengan norma-norma perkembangan

atau kemajuan zaman.

Sumber

:

Dokumentasi Penerbit

, 2004

Tersedianya fasilitas penunjang,

seperti Puskesmas menjadi salah

satu ciri desa swasembada.

Gambar 4.10

7) Prasarana produksi, perhubungan, pemasaran dan sosial cukup me-

madai, serta hubungan dengan kota-kota sekitarnya berjalan lancar.

4. Penggunaan Tanah Pedesaan

Departemen Dalam Negeri melalui Direktorat Tata Guna Tanah,

telah menyusun konsep

Wilayah Tanah Usaha

(

WTU

) atau ekonomi

tanah. Konsep itu dapat dirumuskan sebagai suatu kerangka fisik yang

berasal dari pengembangan tata guna tanah di Indonesia.

Pada dasarnya, komponen-komponen yang tercakup dalam konsep

WTU adalah faktor lereng, ketinggian, dan penduduk. Batas untuk faktor

lereng yang diperuntukkan untuk tanah usaha adalah 40%. Lereng yang

69

Pola Keruangan Desa dan Kota

lebih tinggi dari batas ini seharusnya dihindari untuk beberapa aktivitas

pembangunan atau penggunaannya terbatas.

Batas-batas untuk ketinggian terletak antara 5–1000 meter di atas per-

mukaan air laut dengan beberapa alasan utama yaitu sebagai berikut.

a. Di daerah tropis (kecuali untuk beberapa jenis tanaman khusus),

vegetasi tropis tumbuh dengan baik di antara ketinggian tempat

5–1000 meter di atar permukaan laut.

b. Daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter difungsikan sebagai daerah

tangkapan air (

aquifer recharges

) dan untuk tanam

an

nontropis.

c. Daerah dengan ketinggian kurang dari 5 meter biasanya merupakan

daerah luapan air, berawa atau daerah pantai.

Jelasnya pembatasan-pembatasan fisik ini sangat berkaitan erat

dengan pertimbangan lingkungan. Batas-batas fisik yang terperinci

digambarkan dalam

Gambar 4.11

.

Aspek-aspek kependudukan berfungsi sebagai komponen sosial karena

pertumbuhan penduduk sejalan dengan berjalannya skala waktu. Oleh karena

itu, kerangka pemikiran pembangunan yang ada dapat mengakomodasi tahap-

tahap evolusi yang sejalan dengan kecenderungan tersebut.

Konsep-konsep WTU diterapkan pada daerah-daerah pertanian yang

mendasarkan kehidupannya pada kegiatan ekonomi. Aktivitas-aktivitas

di bidang pertanian cukup dominan di Indonesia di mana sebagian besar

masyarakatnya tinggal di pedesaan dengan pertanian sebagai aktivitas

dan mata pencarian utama mereka. Tahap-tahap evolusi pertanian di

Indonesia digambarkan dalam sebuah skema yang meliputi 9 tahap.

Ketinggian

1000 m

Batas atas

500 m

100 m

+ 25 m

+ 5 m

Major 2

d

Major 1

c

b

a

Batas bawah

Kemiringan

40%

Vegetasi iklim sedang

Lahan kering

Lahan basah

Tanggul

Sawah dengan 2× per tahun

Sawah dengan 1× per tahun

Rawa

0 m

Keterangan

Wilayah vegetasi tropis

Wilayah vegetasi non-

tropis

Sumber

:

Perspektif Lingkungan Desa–Kota dan

Kasus

, 1997

Kendala fisik medan yang

berpengaruh pada pertimbangan

lingkungan.

Gambar 4.11

a) Tahapan perkembangan

evolusi penggunaan tanah

b) Fase keruangan

Gambar 4.12

Tahap A

ke

C

dari skema tersebut, memperlihatkan sistem pertanian

pada tahap dini. Contohnya, tidak seorang pun hidup di daerah tahap A.

Ketika kelompok pendatang pertama menemukan tempat subur, mereka

mulai membuka beberapa daerah dan mulai mengerjakan perladangan

berpindah, seperti terlihat di tahap B.

Secara fisik,

tahap B

terletak di daerah sekitar 250 meter di atas

permukaan air laut dengan lereng-lereng rendah.

Legenda

Hutan

Ladang berpindah

Kebun campuran

Sawah

Lahan

Lahan kering

Rawa

Tanah rusak

Pemukiman

Pertambahan

penduduk

M

AB C DE F GH I

500 m

250 m

a)

b)

12 3

Sumber

:

Perspektif Lingkungan Desa–Kota dan Kasus

, 1997

45

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

70

Dalam kaitan dengan tahap A dan B, diagram menunjukkan awal

pengembangan tata ruang dengan suatu jumlah penduduk yang relatif

masih terbatas. Meskipun perkembangan sosial penduduk mungkin telah

menimbulkan kerugian, tetapi pada tahap ini dampak lingkungan belum

menunjukkan kerugian berarti. Masyarakat masih merasa lahan tersedia

dengan luas sehingga perladangan berpindah masih sangat memungkinkan

untuk dilakukan.

Pada

tahap C

, jumlah penduduk mulai menunjukkan peningkatan. Sebagai

konsekuensinya areal pemukiman penduduk pun mengalami perluasan. Beberapa

penduduk, di antaranya mulai memperkenalkan cara bercocok tanam dengan

teknik sederhana, dalam waktu penanaman sekali setahun.

Dalam

tahap D

, di beberapa daerah yang menanam padi panen tunggal

telah berkembang menjadi penanaman ganda. Secara tidak langsung, hal ini

menunjukkan manfaat dari sistem irigasi. Kebun campuran menggunakan

sebagian dari lahan-lahan perladangan berpindah, juga meluas ke lahan-lahan

pegunungan yang lebih tinggi.

Pada diagram tersebut dapat terlihat kegiatan yang semakin meningkat.

Sumber daya tanah yang terbatas memaksa masyarakat untuk mengembangkan

pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya. Hasilnya berupa sistem irigasi

yang mulai di terapkan dalam pertanian. Panen dapat dilakukan dua sampai tiga

kali dalam setahun merupakan suatu bukti keuntungan dari inovasi teknologi

dalam bidang pertanian. Walaupun ada keuntungan seperti itu, kebutuhan

akan lahan masih terus dibutuhkan. Ini menyebabkan beberapa daerah hutan

diubah menjadi tempat daerah perladangan berpindah.

Pada

tahap E

dari skema, hutan yang sebelumnya terletak di daerah

dataran rendah beralih menjadi lahan sawah basah. Secara umum wilayah

penanaman padi telah meluas. Daerah ini biasanya dikenal dengan wilayah

yang berpenduduk padat.

Dinamika perluasan daerah terus meluas sebagai akibat semakin banyaknya

keperluan-keperluan hidup yang harus segera dipenuhi. Kondisi ini berimbas pada

pengolahan lahan yang semakin intensif dan meluas ke lahan-lahan hutan.

Tahap F

adalah kelanjutan dari tahap E. Praktik

perladangan ber-

pindah sudah mulai berkurang karena meningkatnya kebun-kebun campuran

dan terbatasnya lahan yang tersedia. Tipe-tipe kebun campuran terdiri atas

sayuran dan buah-buahan, dan tanaman pangan musim pendek.

Konflik-konflik antarmasyarakat di sekitar daerah itu mulai ber munculan,

berupa perselisihan atas tanah untuk kepentingan usaha selain pertanian. Per-

alihan wilayah yang berhubungan dengan hak ulayat dan status kepemilikan

perorangan dapat menimbulkan masalah sosial yang lebih serius terhadap

lingkungan.

Tahap berikutnya menunjukkan penurunan kualitas lingkungan. Di dalam

tahap G

, perladangan berpindah telah secara menyeluruh beralih ke kebun-

kebun campuran.

Tahap H

menunjukkan jumlah penduduk mengalami peningkatan

dan berimbas kepada berkurangnya lahan hutan. Selanjutnya, lahan

pantai pun sudah mulai digunakan untuk lahan garapan pertanian.

Tahap I

dari skema menunjukkan keterbatasan sumber daya

lingkungan alam. Dengan kata lain, terdapat keterbatasan terhadap daya

dukung biosfer. Kualitas dan kuantitas hutan berkurang secara drastis

dan tidak urung pula menimbulkan degradasi lahan hutan.

Ketimpangan proporsi jumlah

penduduk antara kota dan desa

mengakibatkan ketimpangan

pembangunan di kedua wilayah

tersebut.

Gambar 4.13

Sumber

:

World Geography,

1996

71

Pola Keruangan Desa dan Kota

5. Pembangunan Pedesaan di Indonesia

Pembangunan nasional yang sedang gencar dilaksanakan dewasa ini

di satu sisi menghasilkan kemajuan sarana dan prasarana fisik, tetapi di

lain pihak menghasilkan kepincangan sosial dan ekonomi antara wilayah

perkotaan dan pedesaan.

Distribusi tempat tinggal yang ada di Indonesia dewasa ini dirasakan

tidak berimbang, sekitar 70% penduduk bertempat tinggal di pedesaan

dan sekitar 30% bertempat tinggal di perkotaan yang menyerap hampir

sebagian besar fasilitas dan modal ekonomi nasional. Hal ini dilandasi

setidaknya oleh tiga alasan, yaitu:

a. secara ekonomi wilayah perkotaan berkembang jauh lebih cepat

dibandingkan dengan daerah pedesaan;

b. tingkat perkembangan ekonomi antara desa dan kota tidak seimbang;

c. kemiskinan dan keterbelakangan terus merajalela di wilayah pedesaan.

Tiga hal tersebut mengakibatkan perkembangan yang tidak seimbang

antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Bahkan, wilayah perkotaan

cenderung

mengeksploitasi wilayah pedesaan yang sudah miskin. Oleh karena itu,

kemiskinan dan keterbelakangan merupakan masalah pokok di pedesaan.

Sumber

:

Kalimantan-Borneo,

1990

Kriteria apakah yang dipakai untuk menyebutkan sebuah desa disebut

sebagai desa miskin? Ada beberapa kriteria untuk menyebutkan sebuah desa

termasuk desa miskin atau bukan. Kriteria tersebut yaitu sebagai berikut:

a. apabila tingkat pendapatan tidak mencukupi untuk biaya hidupnya;

b. dengan patokan garis kemiskinan absolut. Penduduk dianggap

hidup miskin mutlak apabila penduduk tidak dapat mencukupi

kebutuhan minimalnya untuk hidup layak;

c. kebutuhan minimal untuk hidup layak, yaitu tercukupinya kebutuhan

hidup pokok standar, seperti kebutuhan pangan bergizi, sandang,

papan, pendidikan dan kesehatan.

Badan Pusat Statistik

pada 1990,

telah menentukan variabel pengukuran

yang bisa digunakan untuk menentukan kriteria sebuah desa apakah termasuk

ke dalam desa miskin atau bukan yang digolongkan ke dalam tiga kelompok

besar dan dirinci ke dalam 27 variabel, yaitu sebagai berikut.

Bentuk perumahan dan

keberadaan lingkungan sekitar

menjadi salah satu kriteria dalam

penggolongan desa miskin.

Gambar 4.14

Teropong

Sebagian besar masyarakat

desa melakukan urbanisasi ke

kota dengan harapan untuk

meningkatkan taraf kehidu-

pan perekonomiannya. Akan

tetapi, proses urbanisasi bagi

sebagian penduduk desa hanya

menyisakan kesengsaraan yang

lebih parah jika dibandingkan

dengan di desa. Diskusikan

dengan anggota kelompok

Anda, kemudian presentasikan

hasilnya di depan kelas.

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

72

a. Potensi Desa

Potensi desa terdiri atas:

1) tipe LKMD;

2) jalan utama desa;

3) sebagian besar penduduk bergantung pada potensi sektor;

4) rata-rata tanah pertanian yang diusahakan per rumah tangga tani

untuk pertanian;

5) jarak dari kelurahan ke ibu kota kecamatan;

6) fasilitas pendidikan;

7) fasilitas kesehatan;

8) tenaga kesehatan tinggal di desa;

9) sarana komunikasi;

10) pasar.

b. Perumahan dan Lingkungan

Indikatornya berupa:

1) kepadatan penduduk;

2) sumber air minum;

3) wabah penyakit selama satu tahun terakhir;

4) bahan bakar;

5) pembuangan sampah;

6) jamban;

7) penerangan;

8) rasio banyaknya tempat ibadah per 1000 penduduk.

c. Kepadatan Penduduk

Indikatornya berupa:

1) tingkat kelahiran kasar per 1000 penduduk;

2) tingkat kematian kasar per 1000 penduduk;

3)

enrollment ratio

penduduk;

4) rata-rata banyaknya ternak per rumah tangga;

5) persentase rumah tangga memiliki televisi;

6) persentase rumah tangga menggunakan telepon;

7) sosial budaya penduduk.

d. Tambahan Variabel untuk Daerah Pedesaan

1) persentase rumah tangga pertanian;

2) angkutan penduduk.

Kondisi kehidupan penduduk pedesaan yang miskin menciptakan

kemiskinan struktural dalam kondisi kehidupan masyarakatnya sendiri.

Kemiskinan struktural

,

yaitu kemiskinan yang diderita oleh suatu go-

longan masyarakat tertentu karena struktur masyarakat tersebut (struktur

sosial) tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang

sebenarnya tersedia bagi mereka. Contohnya, petani pemilik tanah dan

petani yang tak memiliki tanah (petani pemilik dan buruh tani), petani

pemiik lahan luas dan petani pemilik lahan sempit, dan buruh yang tidak

memiliki keterampilan (

unskilled laborers

) dan buruh terlatih.

Timbulnya kemiskinan struktural di desa bukannya tanpa sebab.

Berbagai hal dapat diidentifikasi sebagai faktor penyebab terjadinya

kemiskinan struktural di Indonesia, yaitu sebagai berikut.

Fokus

t

Unskilled Laborers

t

Enrollment Ratio

Horison

Dalam masa pembangunan saat

ini Indonesia berorientasi kepada

konsep pembangunan berkelanjutan.

Salah satu tujuannya adalah untuk

menyusun suatu undang-undang

penataan ruang, sebagaimana yang

dinyatakan dalam laporan dari seminar

lingkungan nasional oleh sutau komite

gabungan, LIPI,

Goethe Institute

dan

Pemda Kaltim (LIPI, 1990) dan ini

diwujudkan dalam UUNo. 24. Tahun

1992.

Soemarwoto

(1990) menjelaskan

bahwa walaupun ada sistem bio-geofisik

dalam keberadaan sumber daya, mereka

seharusnya dikelola sepantasnya.

Manajemen semacam itu dapat

menghindari eksploitasi berlebihan dan

kerusakan pada sistem biogeofisik. Hal

ini mengakibatkan bahwa sumber daya

regional seharusnya dikelola sepantasnya

untuk mendorong terciptanya

pembangunan berkelanjutan.

Sumber

:

Perspektif Lingkungan Desa-Kota Teori dan

Kasus

, 1997

73

Pola Keruangan Desa dan Kota

a. Pengetahuan dan teknologi yang masih rendah.

b. Distribusi dan struktur kependudukan tidak seimbang.

c. Kebudayaan yang melangsungkan kemiskinan, yaitu sistem bagi

waris untuk lahan pertanian, upacara-upacara dalam kehidupan,

dan rendahnya pendidikan.

d. Proses ekonomi negara. Perkembangan ekonomi lebih menguntung-

kan di daerah perkotaan.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut, dewasa ini pembangunan pede-

saan tengah digalakan dan tenyata mendapatkan perhatian karena:

a. sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan;

b. pola hidup penduduknya masih bersifat tradisional yang belum

berkembang sehingga memerlukan usaha keras dalam penentuan

program dan teknik pembangunannya;

c. desa memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber tenaga kerja,

sumber bahan mentah, dan sumber bahan makanan.

Pembangunan pedesaan terdiri atas tiga dimensi, yaitu sebagai berikut:

a. masalah kemiskinan;

b. timbulnya pengangguran;

c. distibusi pendapatan yang tidak seimbang.

Selama ini pembangunan pedesaan sudah banyak dilakukan oleh

pemerintah melalui berbagai bantuan, seperti program

Inpres Desa Ter-

tinggal

(

IDT

) yang berfokus pada pemberian subsidi bagi pengembangan

desa miskin. Pembangunan pedesaan ditujukan untuk mengembangkan

berbagai potensi yang dimiliki desa baik potensi fisik maupun potensi

sosial budaya.

Perkembangan sebuah desa tidak hanya dipengaruhi potensi yang

dimiliki oleh desanya sendiri baik potensi sosial maupun potensi alam.

Akan tetapi, terdapat faktor ekstern yang ikut menentukan, di antaranya

lokasi dan aksesibilitas dari desa ke tempat lain.

Kemajuan dunia transportasi memberi kemudahan untuk men capai

wilayah-wilayah terisolasi sehingga sedikit demi sedikit keterisolasian

sebuah desa akan berkurang. Lokasi sebuah desapun akan menentukan

kecepatan perkembangannya. Desa yang berlokasi di dekat kota atau

pusat pertumbuhan lainnya cenderung akan berkembang lebih cepat

dibandingkan dengan desa yang terletak di pinggiran kota.

Sumber

:

Dokumentasi Penerbit,

2006

Sarana transportasi ikut ambil bagian

dalam menunjang pembangunan

dan membuka keterisolasian

wilayah.

Gambar 4.15

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

74

Dalam istilah tata ruang perkotaan, daerah yang mendapat pengaruh

dari tata kehidupan kota disebut

urban areas

. Daerah ini disebut juga

sebagai

sub urban fringe

, yaitu suatu wilayah yang melingkari wilayah

urban

sebagai wilayah peralihan antara wilayah

rural

dan wilayah kota.

Daerah ini ditandai oleh berbagai karakteristik fisik dan sosial yang

khusus, seperti peningkatan harga tanah yang drastis, perubahan fisik

penggunaan tanah, perubahan komposisi penduduk dan tenaga kerja,

dan berbagai aspek lainnya.

Akibat letaknya yang berdekatan dengan pusat kegiatan ekonomi,

petani yang tinggal di

urban areas

keadaan ekonominya lebih maju

dibandingkan dengan keadaan petani lainnya. Penduduknya memiliki

berbagai kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tambahan selain

dari hasil bertani, misalnya dengan berdagang.

Wilayah-wilayah desa di pinggiran kota pada umumnya berfungsi

sebagai

hinterland

atau daerah penyangga bagi daerah utamanya, yaitu

kota. Daerah penyangga berfungsi sebagai pensuplai kebutuhan pokok

seperti bahan pangan.

Analisis Geografi 4.2

Dewasa ini, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi berakibat pada banyak hal,

salah satu di antaranya penggunaan lahan. Analisis oleh Anda, bagaimana perilaku

manusia dalam memanfaatkan sumber daya lahan yang terbatas. Kerjakan dalam

buku tugas Anda dan hasilnya dapat dikumpulkan kepada guru.

B. Struktur Keruangan Desa Kota

Di Indonesia, penggunaan sumber daya pertanahan dapat digambar-

kan secara lebih luas dalam beberapa tahap.

1. Penggunaan tanah dimulai dengan perladangan berpindah, saat di

mana ada sejumlah tanah yang bebas dimiliki.

2. Penduduk bertambah dan perladangan berpindah tidak mudah lagi

dilaksanakan karena tanah bebas yang bisa digunakan menjadi semakin

sedikit sehingga pertanian menetap sudah mulai dikembangkan.

Fokus

t

Urban areas

t

Sub urban fringe

t

Urban

t

Rural

t

Hinterland

3. Berkembangnya pengetahuan dan teknologi dalam bidang pertanian

yang berakibat pada penggarapan lahan sehingga penggarapan lahan

diperlakukan secara ekstensif dan intensif.

Dewasa ini, untuk pemenuhan

kebutuhan akan lahan,

penduduk sudah mulai bergeser

mengusahakan lahan-lahan

perbukitan untuk pertanian.

Gambar 4.16

Sumber

:

Dokumentasi Penerbit

, 2006

75

Pola Keruangan Desa dan Kota

4. Daerah-daerah perbukitan dan pesisir diubah menjadi daerah pertanian.

5. Keseluruhan lingkungan alami akan berubah sebagai akibat dari

kegiatan manusia yang dianggap perlu untuk kemajuan manusia.

Bersamaan dengan berjalannya waktu, pertambahan penduduk

menyebabkan meningkatnya keperluan pada sumber daya lahan. Pada

saat keinginan masyarakat melampui sumber daya atau daya dukung

lingkungan dan teknologi yang tersedia dalam periode tertentu, kekuran-

gan sumber daya alam akan muncul. Sumber daya digunakan

untuk

memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia akan pemenuhan

hidupnya. S

ejalan dengan kondisi tersebut, ketersediaan sumber daya

alam sangat penting untuk pembangunan masa depan yang bernuansa

pembangunan berkelanjutan.

1. Struktur Keruangan Desa

Menurut

Bintarto

, desa adalah hasil perpaduan antara kegiatan

sekelompok manusia dengan lingkungannya. Perpaduan tersebut tertuang

dalam ketampakannya di permukaan Bumi yang tidak lain bersumber

dari komponen-komponen fisiogafi, sosial, ekonomi, politik, dan budaya

yang saling berinteraksi.

Ketampakan fisik dari sebuah desa ditandai dengan pemukiman yang

tidak begitu padat, sarana transportasi yang langka, penggunaan tanah

yang lebih didominasi oleh lahan pertanian dan perkebunan. K

etampakan

sosial-budaya dicirikan dengan ikatan tali kekeluargaan yang begitu erat di

mana paguyuban (

gemeinchaft

) dengan perilaku gotong royong masyarakat

masih begitu dominan.

Karakteristik kawasan permukiman penduduk di pedesaan ditandai

terutama oleh ketidakteraturan dalam bentuk fisik rumah. Pola permukiman

sebuah perkampungan penduduk di pedesaan dapat diidentifikasi dari situs

yang berada di dekatnya, misalnya sungai. Selain itu, pola permukiman juga

bisa mengindikasikan pola mata pencarian penduduknya.

a. Pola Perkampungan Linear atau Memanjang

Pola permukimannya cenderung berkelompok membentuk perkam-

pungan yang letaknya tidak jauh dari sumber air, biasanya sungai. Pola

permukiman pedesaan yang masih sangat tradisional banyak mengikuti

pola bentuk sungai, karena saat itu sungai di samping sebagai sumber

kehidupan sehari-hari, juga berfungsi sebagai jalur transportasi antar-

wilayah.

Melalui jalur transportasi sungai, perekonomian sederhana saat itu

telah berlangsung. Kondisi seperti ini banyak ditemui di wilayah-wilayah

kerajaan Jawa (contoh masa Majapahit) dan Sumatra (masa Sriwijaya)

dan juga masih berkembang hingga kini di wilayah pedesaan pedalaman,

seperti di pedalaman Siberut, Kalimantan, dan Papua.

Saat ini pola pemukiman wilayah pedesaan, khususnya di Pulau

Jawa dan Sumatra, sedikit banyak telah dipengaruhi oleh keberadaan

jalan. Sehingga penempatan rumahnya pun akan mengikuti arah jalan.

Biasanya, pola pemukiman ini banyak tersebar pada wilayah yang memi-

liki topografi datar. Sejalan dengan itu, posisi bangunan rumah pedesaan

menghadap ke arah yang tidak teratur. Menurut kondisi fisik bangunan,

rumah di pedesaan banyak dibangun secara tidak permanen, terbuat dari

bahan yang tidak sepenuhnya terbuat dari tembok.

Sumber

:

Kalimantan-Borneo,

1990

Pola perkampungan linear di

pedalaman Kalimantan. Pola

pemukiman penduduk berjajar

mengikuti arah dan bentuk

aliran sungai.

Gambar 4.17

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

76

b. Pola Perkampungan Memusat

Pola perkampungan memusat dapat dengan mudah Anda temui

pada wilayah-wilayah dataran tinggi atau perkampungan yang dibentuk

karena aturan adat. Penduduk yang mendiami perkampungan ini pun

relatif tidak begitu banyak dan biasanya dihuni secara turun temurun

oleh beberapa generasi.

c. Pola Perkampungan Desa Kota

Perumahan di tepi kota dan permukiman dekat dengan kota membentuk

pola yang spesifik di wilayah desa kota. Pada saat pengaruh perumahan kota

menjangkau wilayah ini, pola pemukiman cenderung lebih teratur dari pola

sebelumnya. Hal ini sangatlah jelas, sebagai akibat intervensi para developer

perumahan yang berada di tepi wilayah ini. Para pengembang perumahan

telah mengantisipasi perkembangan kota, sehingga tidaklah mustahil muncul

para calo tanah di wilayah desa kota ini.

2. Struktur Keruangan Kota

Kota

didefinisikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia

yang memiliki ciri sosial, seperti jumlah penduduk tinggi dan strata

sosial-ekonomi yang heterogen dengan corak yang materialistis. Berbeda

dengan desa, kota memiliki kondisi fisik yang relatif lebih modern, seperti

kondisi sarana dan prasarana jaringan transportasi yang kompleks, sektor

pelayanan dan industri yang lebih dominan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 4 T

ahun 1980 menyebut-

kan

pengertian kota ke dalam dua kategori, yaitu kota sebagai suatu wadah

yang memiliki batasan administratif sebagaimana diatur dalam perundang-

undangan dan kota sebagai suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang

mempunyai ciri nonagraris, misalnya ibukota kabupaten, ibukota keca-

matan, serta berfungsi sebagai pertumbuhan dan permukiman.

Apabila kita cermati dari pengertian kota tersebut, dapatlah ditarik

suatu kesimpulan bahwa kota adalah sebuah pusat kegiatan manusia di

luar kegiatan pertanian. Misalnya, industri, pelayanan dan jasa, perdagangan,

hiburan, dan rekreasi. Lengkapnya berbagai fasilitas penunjang tersebut

membuat kota sebagai pusat perhatian dan dalam aktifitasnya sehari-hari

kota terlihat sangat sibuk.

Suatu daerah kota biasanya berasal dari sebuah desa yang berkembang.

Jumlah penduduk yang meningkat di perkotaan kebanyakan dimungkinkan

karena dukungan berbagai faktor yang lebih menguntungkan untuk hidup.

Perubahan pola ini, diikuti juga oleh perubahan keruangan terutama

penggunaan tanah. Contohnya, daerah yang dibangun secara bertahap

telah menggantikan penggunaan tanah pertanian.

Pembatasan pengertian kota di Indonesia umumnya didasari bahwa

kota secara alamiah merupakan sebuah desa yang berkembang. Tidaklah

mustahil apabila Kota Jakarta pada 1960–1970-an sering dikenal sebagai

the big village

. Kenyataan ini dipacu oleh ketampakan fisik yang nyata,

karena kondisi Kota Jakarta saat itu menunjukkan lingkungan yang

kumuh.

Kekumuhan Kota Jakarta pada saat itu muncul karena merupakan daerah

peralihan kota menuju ke arah modernisasi yang kemudian diikuti dengan

tingkat urbanisasi yang sangat tinggi. Sementara itu, kesiapan pemerintah

Kota Jakarta dalam penyediaan sarana dan prasarana kota untuk menghadapi

kaum migran masih sangat terbatas. Kekumuhan tersebut saat ini pun masih

terus berlangsung tetapi sudah bergeser ke daerah pinggiran.

Sumber

:

Dokumentasi Penerbit

, 2006

Penduduk yang mendiami

wilayah desa kota akan meman-

faatkan lahan yang ada untuk

perumahan, seperti halnya lahan-

lahan di sekitar sempadan sungai.

Gambar 4.18

77

Pola Keruangan Desa dan Kota

Perubahan keruangan dari desa menjadi kota ternyata menjadikan

sebuah fenomena menarik. Hal ini sangat jelas terlihat di negara berkem-

bang dengan munculnya daerah pusat perdagangan atau

Central Business

District

(CBD). Contoh, di negara kita CBD berpenduduk sangat padat

bahkan di beberapa wilayah terkesan sangat padat. Pemukiman penduduk

di CBD Kota Jakarta telah berlangsung sejak 1940-an.

Abeyasekere

(dalam

Koestoer

) mengambarkan perjalanan Kota

Jakarta secara historis. Menurutnya, proses imigrasi telah menyebabkan

Kota Jakarta berkembang. Kondisi ini tentunya sangat berbeda dengan

CBD di negara maju yang umumnya berpenduduk sedikit.

a. Tipologi Kota

Istilah kota biasanya didasarkan atas jumlah penduduk dan fungsi

wilayahnya. Jumlah penduduk merupakan indikator yang sangat mudah

diukur dan memudahkan dalam pengklasifikasian.

Sumber

:

Ensiklopedi Indonesia Seri Geografi,

1996

Pada awalnya, Jakarta sering

disebut sebagai

the big village

(perkampungan besar).

Gambar 4.19

Sumber

:

Oxford Ensiklopedi Pelajar

, 1995

Ciri pola tata ruang kota adalah

diatur secara rapi, seperti terlihat

pada tata ruang kota Paris.

Gambar 4.20

Teropong

Diskusikan dengan kelompok

belajar Anda apakah keuntungan

dan kerugian bertempat tinggal

di wilayah kota atau desa transisi?

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

78

Berdasarkan atas jumlah penduduk, kota digolongan ke dalam bebe-

rapa kelas, misalnya yang penduduknya berjumlah antara 20.000–50.000

disebut kota kecil (

town

), yang penduduknya berjumlah 50.000–100.000

disebut kota (

city

), dan yang penduduknya berjumlah lebih dari 100.000

disebut metropolitan (

metropolis

).

Indikator lain yang banyak digunakan di bidang ekonomi adalah

fungsi dominasi. Dalam hal ini, kota-kota digolongkan berdasarkan

besarnya perdagangan, industri, dan sebagainya.

b. Konsep Pembangunan Berkelanjutan Wilayah Kota

Pembangunan

adalah suatu proses yang dinamis. Di dalam suatu pernyataan

The World Commission on Environment and Development

(1987) merumus-

kan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi

kebutuhan-kebutuhan saat sekarang dengan mem perhitungkan kemampuan

generasi-generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.

Jadi,

pembangunan berkelanjutan

adalah suatu konsep pembangunan yang

memper timbangkan sumber daya langka untuk generasi-generasi masa depan.

Konsep pembangunan seperti ini bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan manusia dengan menggunakan pengelolan sumber daya dan

lingkungan hidup. Oleh karena itu, konsep pembangunan berkelanjutan tidak

hanya mengacu pada pemenuhan kebutuhan manusia semata, tetapi menitik-

beratkan pada perlindungan akan kelangkaan sumber daya dan lingkungan

keruangan. Singkatnya, konsep pem bangunan ber

kelanjutan mengizinkan

manusia untuk mencapai tingkat pemanfaatan sumber daya yang optimal

dan sekaligus juga memelihara lingkungan untuk generasi mendatang.

Horison

Megalopolis yaitu suatu gabungan

kota-kota yang saling berdekatan

satu sama lain yang dikelilingi daerah

pelengkap yang membentuk satu

daerah kota.

Megalopolis is a group of cities that are so

close to one another that their surrounding

areas overlap to form a single urban area.

Karakteristik sosial-ekonomi dari keruangan kota adalah struktur mata pen-

carian penduduknya. Di beberapa kota, masih ada beberapa daerah yang masih

memiliki jenis pekerjaan desa karena terdapat sejumlah rumah tangga yang masih

memiliki kesibukan dalam dunia pertanian. Perbedaan rasio antara kedua kelompok

tersebut akan berpengaruh pada struktur pekerjaan. Bersamaan dengan itu pula

mengalirlah arus urbanisasi ke kota yang tak dapat ditahan.

Dalam pengembangan wilayah, sarana transportasi merupakan

faktor yang ikut mendongkrak laju pembangunan. Kemajuan sarana

transportasi berdampak tidak hanya bagi perkotaan tetapi pengaruh

yang lebih besar justru berada di pedesaan. Manfaat yang paling

terasa dengan kemajuan sarana transportasi di pedesaan adalah ke-

mudahan dalam pendistribusian hasil pertanian. Dengan demikian,

Manusia memanfaatkan secara

optimal sumber daya alam yang

ditujukkan untuk kelangsungan

hidup generasi mendatang.

Gambar 4.21

Sumber

:

Tempo

, 11 Juli 2004

79

Pola Keruangan Desa dan Kota

secara langsung kemajuan sarana transportasi mempercepat pemban-

gunan pertanian. Tanpa fasilitas transportasi, hampir tidak mungkin

pengembangan pertanian ekonomi bisa terdorong. B

egitu pula di

daerah perkotaan, akses yang baik dalam transportasi perkotaan akan

mendorong pembangunan dan pengembangan

industri dan jasa. Hal

inilah yang berpengaruh langsung terhadap pengembangan ekonomi

secara umum.

Santos

pada awalnya merumuskan generasi kota berdasarkan empat

periode dalam sejarah, yaitu sebagai berikut.

a. Periode sebelum perdagangan dunia (sebelum abad ke-16).

b. Periode perdagangan dunia (sejak abad ke-16).

c. Masa revolusi industri dan pengangkutan (sejak tahun 1850).

d. Perode masa kini (setelah tahun 1945).

Generasi suatu kota ditentukan oleh salah satu periode tersebut di

mana kota itu dibentuk.

3. Teori Struktur Kota

Para ahli dapat mengadakan klasifikasi kota menurut masa

pembentukkannya dalam sejarah dan berbagai fase-fase yang telah dilalui selama

pertumbuhannya. Masa dalam sejarah ketika kota terbentuk akan memberi

pengaruh terhadap struktur fisik dan sosial kota tersebut nantinya. Kemudian,

fase-fase yang dilaluinya menyebabkan munculnya bentuk-bentuk khusus, di

antaranya fungsi-fungsinya, jaringan komunikasi

dan kegiatan perencanaan.

Berdasarkan hal inilah diadakan penggolongan kota.

a. Teori Dasar Analisis Regional

Tori dasar analisis regional didasarkan atas pendekatan lokasi. Pola

penyebaran penggunaan lahan perkotaan banyak dipengaruhi oleh faktor-

faktor pembentuk kota yang memungkinkan.

Salim menyebutkan bahwa dalam mengungkapkan pola pem-

bangunan kota terdapat lima faktor yang berperan, yaitu penduduk,

pertumbuhan industri, jasa, pendapatan dan simpul-simpul aksesibilitas

terhadap aktivitas ekonomi kota. Pada dasarnya kelima komponen ini

merupakan komponen sosial-ekonomi.

Kota dapat ditinjau sebagai pola ruang terhadap aspek kesempatan

aktivitas sosial dan ekonomi. Pengukuran kesempatan akses diturunkan

melalui teori dasar gaya tarik menarik (

gravitasi

) dalam hukum fisika.

Rumusan konsep tersebut diformulasikan menjadi:

Keterangan:

G

12

: daya tarik massa tertentu.

M

1

: massa pertama.

M

2

: massa kedua.

d

2

: jarak (kuadrat atau nilai ekponensial) antara dua massa tersebut.

Modifikasi dari teori tarik menarik ini dilakukan terutama untuk

memberikan gambaran kondisi sosial terutama aspek kependudukan.

Nilai potensi kesempatan aksesibilitas lokasi terhadap aspek yang ditinjau

dapat diformulasikan menjadi:

Sumber

:

Tempo

, 6 Nopember 2006

Pertumbuhan industri dan jasa

akan mempengaruhi pola pem-

bangunan kota.

Gambar 4.22

G

12

=

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

80

Keterangan:

Aij : kesempatan aksesibilitas lokasi i ke j.

Pi : aspek yang diukur (misal jumlah penduduk) ke lokasi i.

Pj : aspek yang diukur di lokasi j.

d

2

: faktor peluruhan, dapat berupa jarak, waktu atau biaya.

Secara mudah, hipotesisnya dapat digambarkan seperti pada

Gambar

4.23

berikut.

Keterangan:

Fase I

: daya tarik pekerjaan pada mulanya terjadi di pusat kota utama

(lama). Ini menarik penduduk dari daerah belakang (pedesaan)

pindah ke daerah pusat (inti) kota.

Fase II

: pergeseran kesempatan kerja dan pemusatan penduduk ke

daerah tengah kota. Pada saat yang sama, migrasi desa ke kota

semakin nyata.

Fase III

: pergeseran semakin nyata ke arah pinggiran kota.

Profil hierarki terhadap pola kota inti, tengah, dan pinggiran meru-

pakan salah satu bentuk ideal yang digambarkan dalam penjabaran nilai

akses. Lokasi tengah dan tepi kota dianggap sangat cocok untuk menun-

jukkan profil lokasi desa-kota.

b. Teori Konsentris

Teori konsentris dikemukakan oleh

Ernest W. Burgess

. Menurut

Burgess, di kota Chicago terdapat lima buah lingkaran yang konsentris.

Lingkaran-lingkaran tersebut adalah sebagai berikut.

1) Daerah pusat perdagangan, terletak di pusat kota di mana ada

pertokoan, perkantoran, perhotelan, bioskop, dan gedung-gedung

bertingkat.

2) Lingkaran transisi yang melingkari daerah pusat perdagangan. Di

sini terdapat slum atau tempat tinggal golongan migran, kelompok-

kelompok minoritas. Lingkungannya tidak sehat dan terjadi banyak

kejahatan. Keadaan yang buruk dalam lingkaran transisi ini tidak

disebabkan oleh penghuninya, melainkan oleh invasi dari daerah

pusat perdagangan.

3) Lingkaran perumahan kaum buruh adalah lingkaran konsentris yang

ketiga. Di sinilah merupakan daerah pemukiman bagi penduduk yang

kurang mampu yang kebanyakan pindah dari lingkaran transisi.

4) Lingkaran perumahan yang lebih baik, di luar daerah pemukiman

kaum buruh. Ini terdiri atas rumah-rumah yang agak lebih baik

untuk golongan menengah seperti pegawai, pengusaha, dan

seterusnya. Tingkat kehidupan di sini lebih tinggi dibandingkan

Sumber

:

Perspektif Lingkungan Desa–Kota dan Kasus

, 1997

inti

tengah atau antara

pinggir

Sistem hirarki keruangan wilayah

perkotaan.

Gambar 4.23

Profil

Burgess

merupakan seorang geograf

yang mengemukakan Teori Konsentrik.

Beliau sangat menekuni bidang tata

ruang kota.

Sumber

:

www.wikipedia.org

Aij =

81

Pola Keruangan Desa dan Kota

daerah perumahan kaum buruh. Di sini juga terdapat pusat

pertokoan,

gedung-gedung bioskop, dan seterusnya dan juga

makin banyak gedung perumahan rumah susun (

flat

).

5) Lingkaran perumahan mereka yang pulang pergi bekerja di kota

(

commuter

). Daerah ini merupakan wilayah lingkaran yang paling

luar dan memiliki dua sifat. Bagian dalam berbatasan dengan daerah

orang-orang yang perumahannya lebih baik sedangkan bagian luar

tidak tertentu bentuknya. Ada kota-kota kecil yang hanya untuk

tidur, ada kota-kota satelit, dan juga desa-desa kecil.

Pada awalnya Burgess menganggap bahwa teori ini bisa berlaku

untuk semua kota. Kemudian, Burgess berpendapat teori ini hanya bisa

diterapkan di kota-kota modern di Amerika, walaupun terbuka kemung-

kinan

untuk bisa diterapkan di kota lain. Hal yang sejak awal menjadi

perhatian dalam pengembangan teorinya adalah faktor topografi dan

jalan-jalan transportasi sehingga dianggap merupakan dua faktor yang

mengganggu pola kota ideal ini. Contohnya, Kota Chicago terletak di

pantai danau Michigan sehingga polanya terbelah dua.

Teori Burgess mendapat respon dari para ahli tata ruang kota di

antaranya Homer Hoyt dan Harris and Ullman.

c. Teori Sektor

Teori sektor oleh

Hommer Hoyt

menyatakan bahwa struktur kota

bukan merupakan lingkaran-lingkaran konsentris, melainkan berupa

sektor-sektor terpisah dari dalam ke luar. Hoyt bertitik tolak dari anggapan

bahwa industri mengambil peranan yang lebih penting dan cenderung

meluas di sepanjang jalan keluar dari pusat.

Sumber

:

Geography Dictionary,

2000

Inti

kota

Model Teori Konsentrik

Gambar 4.24

CBD

Perumahan

menengah

Zona industri

Perumahan

mewah

Perumahan

rendah

Sumber

:

Geography Dictionary

, 2000

Model Teori Sektoral

Gambar 4.25

d. Teori Inti Ganda

Teori inti ganda dikemukakan oleh

Harris

and

Ullman

yang menegaskan

bahwa sesunguhnya kota seringkali mempunyai beberapa inti dan sering pula

terletak di dekat pusat-pusat kegiatan lain.

Pengembangan dari ketiga teori tersebut menghasilkan keterpaduan

pola ruang Kota Chicago. Berry and Rees telah menyusun sebuah

pola ruang mengenai kota metropolitan Chicago yang terpadu dan

menunjukkan penerapan dari ketiga teori yang telah disebutkan.

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

82

Dalam pola ruang yang terpadu ini A menunjukkan status sosial

ekonomi, B keadaan mengenai urbanisasi, C mengenai komposisi etnik,

F mengenai perkembangan geografi, H mengenai lokasi Industri. Dalam

A dan C terlihat penerapan teori sektor, dalam B terlihat penerapan teori

lingkaran konsentris, dan dalam H terdapat penerapan teori inti ganda.

seperti terlihat pada tata ruang pada

Gambar 2.24

.

C. Interaksi Desa Kota

Interaksi dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang

saling mempengaruhi sehingga menghasilkan efek bagi kedua belah

pihak. Hubungannya dengan desa dan kota, interaksi kedua tempat ini

dipengaruhi oleh munculnya keinginan untuk memenuhi kebutuhan dari

Sumber

:

Kota di Dunia Ketiga

, 1984

Tinggi

Rendah

Sedang

Rendah

Sedang

Kulit putih

Negro

Kulit putih

1960

1900

1870

1840

1840

1870

1800

1930

1940

1. Tempat kerja industri

suburb

2. Satelit industri

3. Industri berat dekat

danau

A

B

C

D

E

F

G

H

I

Pusat perda-

gangan dan

industri

Sebuah pola ruang yang terpadu

Kota Chicago.

Gambar 4.26

Tinggi

III

II

I

M III W

M II W

M I W

L III W

L II W

L I W

M III W

M II W

M I W

L III W

L II W

L I W

2

2

2

2

3

1

1

1

83

Pola Keruangan Desa dan Kota

kedua tempat. Pola interaksinya tidak hanya terbatas pada faktor ekonomi

saja tetapi lebih dari itu pola interaksinya berlangsung dalam seluruh aspek

kehidupan. Selain itu, interaksi ini akan memunculkan gerakan penduduk

dari kedua tempat sebagai bentuk nyatanya.

Pola pergerakan penduduk dari desa ke kota atau sebaliknya dapat

dengan mudah dipelajari melalui pendekatan keilmuan geogafi. Karena

pada dasarnya, pergerakan manusia tidak akan pernah luas dari aspek

keruangan yang di dalamnya terkandung berbagai unsur baik unsur fisik,

sosial, ekonomi, dan budaya.

Sehubungan dengan adanya pola hubungan ini, Ullman menge-

mukakan sedikitnya ada tiga peristiwa yang mempengaruhi munculnya

interaksi antardua wilayah, yaitu sebagai berikut.

1. Adanya Wilayah yang Saling Melengkapi

Adanya wilayah yang saling melengkapi dimungkinkan karena ketersediaan

dan persebaran sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia

tidak merata di semua tempat. Adakalanya di satu tempat terdapat sumber daya

yang melimpah,

sedangkan di tempat lain kekurangan sumber daya.

Munculnya keadaan yang seperti ini memaksa kedua tempat un-

tuk melakukan interaksi bagi terpenuhinya kebutuhan yang tidak bisa

hanya dipenuhi dari satu tempat. Contohnya, Karawang sebagai salah

satu pusat lumbung padi Jawa Barat dan Bekasi sebagai pusat industri.

Kedua

tempat ini melakukan interaksi secara simultan bahkan mungkin

saja bukan hanya di antara kedua tempat tersebut tetapi sudah meluas

interaksi nya

ke daerah lain.

2. Munculnya Kesempatan untuk Berintervensi

Munculnya kesempatan untuk berintervensi dimungkinkan karena

terdapat wilayah antara di antara dua wilayah yang akan saling berinter-

aksi. Akibatnya, akan muncul persaingan di antara dua wilayah.

Sebagai contoh, kota A kekurangan barang B yang terdapat di kota

B, sedangkan kota B membutuhkan barang A yang terdapat di kota A.

Keadaan ini secara langsung akan menimbulkan interaksi antara kota A dan

kota B. Akan tetapi, dengan munculnya kota C yang menyediakan barang

A dan B yang dibutuhkan oleh kota A dan kota B, hubungan kedua kota

tersebut melemah. Di sinilah muncul persaingan di antara ketiga kota tersebut

sehingga ketiga kota berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan. Pada

akhirnya, pemenuhan kebutuhan untuk masing-masing kota dipengaruhi

oleh keterjangkauan aksesibilitas sehingga bisa menekan biaya untuk

mendapatkan kebutuhan tersebut.

3. Kemudahan Pemindahan dalam Ruang

Pada umumnya, pemenuhan sumber daya yang dibutuhkan oleh suatu

tempat akan memilih tempat-tempat yang memiliki berbagai kemudahan

dalam pemenuhanannya. Salah satu faktor pertimbangannya adalah jarak

dan biaya pengangkutan. Semakin mudah pengangkutannya dan jarak yang

ditempuh, semakin dekat akan memperkuat interaksi dua wilayah.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa interaksi dua

wilayah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hukum gravitasi (gaya tarik

menarik) dari ilmuwan fisika

Sir Issac Newton

dapat dengan mudah di

aplikasikan untuk meneliti seberapa kuat interaksi dua wilayah. Melalui

B

C

A

SDA +, SDM –

SDA –, SDM +

SDA +, SDM +

Sumber

:

Dokumentasi Penerbit

SDA +

A

SDM +

SDA –

B

SDM –

Interaksi dua wilayah yang saling

melengkapi.

Gambar 4.27

Sumber

:

Dokumentasi Penerbit

Kesempatan untuk berinteraksi

melebihi satu wilayah untuk

mencukupi kebutuhan.

Gambar 4.28

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

84

A

B

C

Jumlah penduduk 75.000

jiwa

Jumlah penduduk 70.000 jiwa

Jumlah

penduduk

65.000

jiwa

50 Km

30 Km

35 Km

pendekatan geografi, hukum fisika tersebut dimodifikasi oleh

W.J. Reilly

yang pada dasarnya memiliki tujuan sama yaitu mengukur kekuatan

interaksi dua wilayah.

Reilly mengemukakan bahwa kekuatan interaksi dua atau lebih suatu

wilayah dapat diukur dengan memperhatikan jumlah penduduk dari

setiap wilayah dan jarak mutlak di antara kedua tempat tersebut.

Secara matematis, Reilly menunjukannya dengan rumus sebagai berikut.

Keteranagan:

I

AB

= Kekuatan antarregion A dan region B

k

= Nilai konstanta empiris (i)

P

A

= Jumlah penduduk region A

P

B

= Jumlah penduduk region B

d

AB

= Jarak mutlak yang menghubungkan regin A dan B

Perhatikan contoh berikut.

Kota A berpenduduk 75.000 jiwa, Kota B berpenduduk 70.000

jiwa, dan kota C berpenduduk 65.000 jiwa. Jarak dari kota A ke kota B

adalah 30 km, jarak kota B ke kota C adalah 35 km, dan jarak dari kota

A ke kota C adalah 50 km. Dari ketiga kota tersebut, manakah yang

paling besar kekuatan interaksinya?

I

AB

= 1 × (75.000) × (70.000) : 900

I

AB

= 1 × 5.250.000 : 900

I

AB

= 5.833 (kekuatan interaksi antara kota A dan B)

I

BC

= 1 × (75.000) × (65.000) : 1.225

I

BC

= 1 x 4.875.000 : 1.225

I

AB

= 3.979 (kekuatan interaksi antara kota B dan C)

I

AC

= 1 × (70.000) × (65.000) : 50

I

AC

= 1 × 4.550.000 : 2.500

I

AC

= 1.820 (kekuatan interaksi antara kota A dan C)

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa perbandingan kekuatan interaksi

antara kota A–B, B–C, dan A–C adalah 5.833 : 3.979 : 1.820. Dari hasil

perhitungan sederhana ini saja, sudah bisa ditafsirkan besarnya jumlah

penduduk dan jarak yang dekat sangat mempengaruhi interaksi antara

dua tempat. Hal

ini dibuktikan dengan tingginya interaksi antara kota A

dan kota B apabila dibandingkan dengan interaksinya dengan kota B ke

kota C. Kecilnya interaksi antara kota A ke kota C lebih banyak dipengaruhi

oleh jarak tempuh yang relatif jauh. Sehingga untuk pemenuhan kebutuhan,

penduduk kota A lebih memilih kota B dibandingkan dengan kota C. Begitu

pula sebaliknya, penduduk kota C akan lebih memilih kota B dibandingkan

dengan kota A karena jaraknya lebih dekat.

Penggunaan persamaan Reilly yang mengukur besarnya kekuatan

interaksi antarwilayah hanya dapat diterapkan apabila wilayah tersebut

memiliki berbagai persyaratan, yaitu sebagai berikut.

1) Kesamaan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya antarwilayah.

2) Kesamaan topografi wilayah.

3) Kesamaan sarana dan prasarana angkutan sebagai penghubung dua

wilayah.

85

Pola Keruangan Desa dan Kota

Oleh karena itu, untuk menerapkan konsep interaksi wilayah dengan

menggunakan persamaan Reilly harus terlebih dulu dicermati ketiga

faktor tersebut. Adakalanya sebuah wilayah yang jaraknya jauh memi-

liki nilai interaksi yang tinggi karena letaknya di daerah pedataran yang

dihubungkan oleh jalan yang bagus dan kemudahan sarana transportasi

dibandingkan dengan wilayah di dekatnya yang berjarak pendek tetapi

akses untuk menuju ke wilayah tersebut agak sulit.

Selain teori yang dikemukakan oleh Reilly tersebut, terdapat teori

lain untuk mengukur besarnya kekuatan interaksi dua wilayah, yaitu

The Breaking Point Theory

.

Secara garis besar, teori ini merupakan hasil modifikasi dari teori

terdahulu dari Reilly. Teori ini memperkirakan garis batas sebuah lokasi

yang memisahkan wilayah-wilayah perdagangan yang berbeda ukuran-

nya dan perkiraan penempatan sebuah lokasi industri atau penempatan

tempat-tempat pelayanan sosial antardua wilayah sehingga mudah dijangkau

oleh dua wilayah.

D. Konflik Lahan Wilayah Desa Kota

Pengertian dasar desa kota di dalamnya terkandung sebuah penjabaran

mengenai sebuah region yang merupakan wilayah peralihan sebagai tempat

tinggal masyarakat wilayah pinggiran (interaksi, perilaku sosial, dan struktur

keruangan fisik). Di mana perkembangannya sangat dipengaruhi oleh kondisi

keruangan kota.

Wilayah desa kota pada dasarnya merupakan daerah pinggiran kota.

Umumnya terletak di sepanjang koridor antara pusat kota besar. Koridor

tersebut berlokasi di sepanjang jalur-jalur transportasi umum.

Contoh yang sangat dikenal untuk daerah desa kota di Indonesia

adalah daerah Jabodetabek. Jakarta sendiri merupakan sebuah daerah

khusus ibukota, sedangkan Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi

statusnya masih kabupaten dalam lingkung administrasi Jawa Barat.

Sumber

:

Tempo

, 8 Agustus 2004

Kesamaan sarana dan prasarana

transportasi menjadi pertimbangan

dalam menerapkan persamaan

W.J.Reilly.

Gambar 4.29

Teropong

Bagaimanakah cara efektif untuk

mengatasi permasalahan urbanisasi

di Indonesia? Diskusikan dengan

teman kelompok Anda?

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

86

Daerah yang mengalami pengaruh sangat kuat dari suatu kota disebut

sebagai

urban fringe

. Di daerah ini terbentuk dua buah kelompok penduduk

yaitu kelompok penduduk kota yang sengaja pindah ke daerah pinggiran

atau penduduk yang melakukan urbanisasi, dan penduduk asli daerah itu.

Di wilayah desa kota ini, konflik-konflik lahan untuk pemanfaatan

ruang bagi kepentingan industri dan lainnya saling tumpang tindih.

Dengan demikian, daerah ini merupakan daerah yang sangat sensitif.

Ada beberapa alasan hal ini terjadi di daerah perbatasan kota.

1. Wilayah tersebut pada awalnya merupakan daerah yang relatif lapang

dan lengang sehingga dengan adanya penempatan lokasi industri di

sana diperkirakan tidak akan mengganggu ketertiban dan kelancaran

arus lalu lintas.

2. Hubungannya dengan kelancaran arus lalu lintas, lokasi industri

dekat dengan jalan raya merupakan primadona karena akan mem-

permudah aksesibilitas pengiriman hasil produksi.

3. Pintu-pintu saluran air yang mengalir di kota umumnya berada di

wilayah pinggiran tersebut, karena pada dasarnya setiap industri tidak

akan lepas dari sumber daya air atau sungai. Sebagai eksesnya, sungai

dijadikan sebagai tempat pembuangan akhir sisa produksi (limbah)

secara langsung tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu. Di

lain pihak, sebagian masyarakat masih menggunakan air atau sungai

tersebut untuk melakukan kegiatan rumah tangga, seperti MCK.

Di daerah perkotaan, lokasi pertumbuhan industri berkompetisi dengan

penggunaan lahan lainnya. Sangatlah mudah dewasa ini menemukan sebuah

lahan industri didirikan di atas lahan pertanian atau pembangunan perumahan

yang berdiri di atas sawah, atau pendirian fasilitas sosial lainnya. Pemanfaatan

lahan yang seperti ini, dengan sendirinya akan menghantarkan pada munculnya

konflik-konflik pemanfaatan lahan bagi daerah yang bersangkutan.

Sumber

:

Dokumentasi Penerbit

, 2004

Kota Jakarta merupakan wilayah

core

bagi wilayah-wilayah di

sekelilingnya.

Gambar 4.30

87

Pola Keruangan Desa dan Kota

Sumber

:

Microsoft Encarta

, 2003

Terdapat beberapa gambaran mengapa suatu wilayah desa kota lambat

laun mengalami kemerosotan lingkungan. Wilayah desa kota mengalami

penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat dari pengaruh dari keterse-

diaan sumber daya alam di suatu wilayah. Kemerosotan kualitas lingkun-

gan desa kota tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya saja

tetapi sebagian besar dipengaruhi pula oleh aspek sosial lingkungan.

Di wilayah perkotaan, lahan menjadi

sebuah benda yang paling penting

untuk mendirikan bangunan.

Gambar 4.31

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

88

1. Bintarto menyebutkan bahwa desa merupakan hasil

perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan

lingkungannya. Perpaduan tersebut tertuang dalam

ketampakkannya di permukaan Bumi yang berasal

dari komponen-komponen fisiografi, sosial,

ekonomi,

politik, dan budaya yang saling berinteraksi.

2. Sebuah desa dicirikan dengan wilayah yang tidak

begitu luas, corak kehidupan bersifat agraris,

kehidupan sederhana, jumlah penduduk kecil,

letaknya jauh dari kota, lahannya terdiri atas per-

mukiman, pekarangan dan persawahan, jaringan

jalan tidak begitu padat, dan kurangnya sarana

transportasi.

3. Permasalahan yang berhubungan dengan penduduk

desa, yaitu keterikatan terhadap lahan tinggi,

menurunnya kesuburan lahan pertanian, lapangan

kerja di luar pertanian hampir tidak ada, sistem

upah pertanian rendah, sistem kehidupan bersifat

tradisional.

4. Permasalahan perkembangan desa terdiri atas:

a. hambatan dalam sikap dan pandangan hidup

meliputi sikap pasif, famili sentris, sikap

nrimo, sikap acuh tak acuh, dan orientasi pada

masa lampau;

Ikhtisar

b. hambatan kelembagaan sosial, meliputi

peng gunaan tanah masih berlakunya hak

ketuantanahan, berlakunya hak komunal dan

ulayat, lembaga perkreditan bersifat pribadi,

mobilitas sosial vertikal rendah. kewirausahaan

belum berkembang;

c. hambatan lingkungan meliputi kesehatan

lingkungan buruk, gizi di bawah standar,

tingkat pendidikan rendah, timbulnya pen-

gangguran.

5. Di Indonesia, klasifikasi desa dibagi menjadi pra desa,

desa swadaya, swakarya, dan swasembada. Klasifikasi

desa tersebut dipengaruhi oleh faktor penduduk,

alam, orbitrasi desa, mata pencarian, pendapatan

desa, adat istiadat, kelembagaan, pendidikan, gotong

royong, dan prasarana desa.

6. Pola perkampungan desa dapat dibedakan menjadi

pola linear, memusat, dan pola perkampungan

desakota.

7. Kota disebutkan sebagai suatu sistem jaringan ke-

hidupan manusia yang memiliki kecirian sosial seperti

jumlah penduduk tinggi, strata sosial-ekonomi yang

heterogen dengan corak yang materialistis.

89

Pola Keruangan Desa dan Kota

Peta Konsep

Pola Keruangan

Desa dan Kota

Desa

Ciri-Ciri

t1FSHBVMBO)JEVQZBOH4BMJOH

Mengenal

t"EB1FSUBMJBO1FSBTBBO5FSIBEBQ

Kebiasaan

t$BSB#FSVTBIB#FSTJGBU"HSBSJT

Fungsi

t1FOHIBTJM#BIBO#BLV

t1FOHIBTJM#BIBO1BOHBO

t1FOZVQMBJ5FOBHB,FSKB

t1VTBU*OEVTUSJ,FDJM

t5FNQBU3FLSFBTJ

Klasifikasi

t

Swadaya

t

Swakarya

t

Swasembada

Struktur

Keruangan

t1PMB1FSLBNQVOHBO-JOFBS

t1PMB1FSLBNQVOHBO.FNVTBU

t1PMB1FSLBNQVOHBO%FTB

Kota

Kota

Peranan

t 1VTBU1FSNVLJNBO1FOEVEVL

t1VTBU,FHJBUBO&LPOPNJ

t1VTBU,FHJBUBO4PTJBM#VEBZB

t1VTBU,FHJBUBO1PMJUJLEBO

Administrasi Pemerintahan

Teori

Struktur Kota

Interaksi

Desakota

t"OBMJTJT3FHJPOBM

t,POTFOUSJT

t4FLUPS

t*OUJ(BOEB

t"EBOZB8JMBZBI4BMJOH

Melengkapi

t.VODVMOZB,FTFNQBUBO

untuk Berintervensi

t,FNVEBIBO1FNJOEBIBO

Dalam Ruang

terdiri atas

antara lain

antara lain

antara lain

meliputi

antara lain

antara lain

diakibatkan

terdiri atas

Refleksi Pembelajaran

Setelah Anda mempelajari bab ini, materi apa saja yang

belum Anda pahami? Diskusikanlah dengan anggota

kelompok Anda, kemudian presentasikan hasilnya di

depan kelas.

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

90

Evaluasi Bab 4

Kerjakan pada buku tugas Anda.

A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat.

1. Desa merupakan hasil perpaduan antara kegiatan

sekelompok manusia dengan ling kungannya.

Definisi tersebut berasal dari ....

a. Bintarto

b. Kolb and Brunner

c. W.S Thompson

d. William Ogburn and M.F Nimkoff

e. The Liang Gie

2. Sebagai sebuah

geographic region

, di dalam desa

tercakup unsur-unsur tata ruang, yaitu ....

a. fenomena fisik

b. fenomana sosial-ekonomi

c. fenomena budaya

d. fenomena politik

e. semua jawaban benar

3. Berikut ini adalah hambatan sikap dan pandangan

hidup yang mempengaruhi perkembangan sebuah

desa, kecuali ....

a. sikap pasif

b. famili sentris

c. sikap nrimo

d. sikap acuh tak acuh

e. masih berlakunya hak komunal dan hak

ulayat

4. Berikut ini

yang bukan merupakan ciri desa swa-

karsa, adalah ....

a. mata pencarian di sektor sekunder

b. hubungan antarmanusia sangat baik

c.

mata pencarian penduduk pada sektor primer

d. tingkat teknologi masih sederhana

e. adat istiadat masih mengikat

5. Kemiskinan struktural adalah ....

a. kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan

masyarakat karena masyarakat itu tidak dapat

ikut menggunakan sumber-sumber pendapa-

tan yang sebenarnya tersedia bagi mereka

b. kemiskinan yang diderita karena hanya

sebagian

masyarakat yang bisa menggunakan sumber-

sumber pendapatannya

c. kemiskinan yang diderita masyarakat karena

ketidakmampuan masyarakat mengolah sumber

daya alam

d. kemiskinan yang terbentuk karena masyarakat

kurang optimal memanfaatkan sumber daya

e. kemiskinan masyarakat terbentuk karena

sistem pengelolaan sumber daya yang kurang

optimal

6. Berikut ini merupakan ciri-ciri masyarakat kota,

kecuali

....

a. struktur masyarakat homogen

b. mata pencarian dalam sektor industri, jasa,

dan perdagangan

c. pola hubungan antarindividu bersifat

gemein -

schaft

d. pola hubungan antarindividu bersifat

gessel-

schaft

e. pola kerungan di dominasi oleh pemukiman,

industri, dan perdagangan

7. Istilah metropolis merujuk ke sebuah mega kota yang

berpenduduk ....

a. < 25.000 jiwa

b. 25.000- 50.000 jiwa

c. 50.000-75.00 jiwa

d. 75.000-100.000 jiwa

e. >100.000 jiwa

8. Urbanisasi diartikan sebagai ....

a. migrasi penduduk dari desa ke kota

b. perpindahan penduduk dari kota ke desa

c. proses berpindahnya penduduk dari desa ke

kota dengan tujuan untuk merubah taraf

kehidupan ke arah yang lebih baik

d. perpindahan penduduk yang bersifat semen

tara

ke kota

e.

perpindahan penduduk dengan tujuan menetap

di kota

9. Berikut ini yang tidak termasuk ciri-ciri desa di negara-

negara berkembang, yaitu ....

a.

kehidupan masyarakat desa sangat erat dengan

alam

b. bergantung pada musim

c. struktur perekonomian desa umumnya

agraris

d. norma adat istiadat masih kuat

e. desa bukan merupakan kesatuan kerja

10. Pola keruangan desa mencerminkan hal-hal berikut,

kecuali ....

a. tingkat kemajuan desa

b. tingkat adaptasi penduduk desa

c. tingkat sosial ekonomi penduduk desa

d. adopsi teknologi yang digunakan

e. tingkat pertumbuhan penduduk desa

11.

Hinterland

atau daerah belakang memiliki pengertian

daerah pemasok ....

a. barang-barang hasil hutan ke kota

b. barang-barang hasil kerajinan ke kota

91

Pola Keruangan Desa dan Kota

c. tenaga kerja ke kota

d. bahan bangunan ke kota

e. bahan-bahan makanan atau produk pertanian

12.

Berikut ini yang tidak termasuk faktor-faktor penyebab

berbedanya potensi setiap desa, adalah ....

a. keadaan lingkungan geografis

b. rasio jenis kelamin penduduknya

c. luas tanah

d. jenis serta tingkat kesuburan tanahnya

e. jumlah serta kualitas penduduk

13.

Berikut ini yang tidak termasuk fungsi desa, adalah

....

a. sebagai pemasok kebutuhan masyarakat

kota

b. sebagai penghasil bahan mentah

c. sebagai penghasil tenaga terampil

d. sebagai bentuk pemerintahan terendah

e. sebagai desa agraris

14. Berikut ini adalah faktor-faktor yang mem

pengaruhi

pola persebaran desa, kecuali ....

a. iklim

b. kesuburan tanah

c. jumlah penduduk desa

d. budaya penduduk

e. keadaan ekonomi

15.

Dibangunnya jaringan jalan pada suatu wilayah

menyebabkan munculnya permukiman dengan pola

....

a. menyebar

b. berkelompok

c. linear

d. terpencar

e. tidak beraturan

16.

Salah satu faktor penyebab ketidakteraturan pola

permukiman desa adalah ....

a. daerahnya memiliki relief yang datar

b. penguasaan teknologi yang cukup tinggi

c. kesuburan tanah tidak merata

d. kedalaman tanah relatif dangkal

e. kondisi unsur iklim yag relatif baik

17.

Suatu daerah disebut kota jika memiliki cirri-ciri

berikut, kecuali ....

a. status social bersifat stabil

b. ada spesialisasi keahlian

c. kepadatan penduduk tinggi

d. mobilitas tinggi

e. musim atau cuaca tidak begitu penting

18. Suatu daerah yang terletak antara kota dengan desa

yang ditandai oleh penggunaan tanah lahan campuran

disebut ....

a.

town

b.

suburban fringe

c.

urban fringe

d.

rural urban fringe

e.

suburban

19.

Berikut ini merupaka unsur pembeda antara desa

dengan kota, kecuali ....

a. luas wilayah

b. mata pencarian

c. stratifikasi sosial

d. mobilitas

e. kepadatan

20. Berdasarkan fungsinya, kota yang termasuk tempat

produksi bahan mentah adalah ....

a. Bukit Asam

b. Jakarta

c. Surabaya

d. Yogyakarta

e. Florida

B. Jelaskan konsep-konsep berikut.

1.

Region

6.

Hinterland

2. Geographic Region

7.

Urban Areas

3. Wilayah Tata Usaha

8.

Sub Urban Fringe

4.

Unsklilled Laborer

9.

Urban

5.

Enrollment Ratio

10.

Rural

Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta untuk Kelas XII

92

Tugas

Berbagai permasalahan timbul sebagai akibat per kem bangan

suatu kota, di antaranya ber

munculan permukiman-

permukiman kumuh para pendatang yang gagal dalam

berurbanisasi. Kenyataan tersebut memang seharusnya

tidak diharapkan untuk ada dan terjadi. Tugas Anda untuk

menganalisis bagaimana latar belakang bermun

culan-

nya

semua permasalahan tersebut. Buatlah dalam paper

singkat dan pergunakanlah berbagai sumber sebagai

bahan pengayaan Anda.

C. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan tepat.

1. Sebutkan pengertian desa menurut Bintarto.

2. Mengapa potensi desa di setiap daerah berbeda-

beda?

3. Sebutkan tiga contoh potensi fisik dan nonfisik

desa. Mengapa potensi tersebut diperlukan?

4. Sebutkan dua unsur utama pembangunan masyarakat

pedesaan.

5. Mengapa terjadi perbedaan pola keruangan desa

di Indonesia dengan di negara-negara maju?

6. Apa yang dimaksud dengan kota?

7. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan kota.

8. Sebutkan faktor-faktor apakah yang me nyebab kan

terjadinya urbanisasi?

9. Mengapa urbanisasi dapat dipandang sebagai salah

satu gejala geografi?

10. M

engapa sebuah kota memiliki kemungkinan

yang kecil untuk membentuk pola konsentris?